AMAN Pertanyakan Komitmen Pemerintah Lindungi Masyarakat Adat

- Rabu, 12 Juli 2023 | 17:05 WIB
Sekjen AMAN Rukka, Sombolinggi pada seminar nasional dengan tema “Urgensi Pengesahan RUU Masyarakat Adat Pasca-Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, pada 12 Juli 2023 di Jakarta. Foto: Dok. AMAN
Sekjen AMAN Rukka, Sombolinggi pada seminar nasional dengan tema “Urgensi Pengesahan RUU Masyarakat Adat Pasca-Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, pada 12 Juli 2023 di Jakarta. Foto: Dok. AMAN

Jakarta, beritayudha.com - Desakan tentang perlu segeranya pengesahan UU Masyarakat Adat muncul dalam gelaran Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Dalam acara yang bertajuk “Urgensi Pengesahan RUU Masyarakat Adat, Pasca-Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja” tersebut, AMAN menyatakan UU Masyarakat Adat sebagai jawaban atas problem banyaknya kasus kriminalisasi dan perampasan wilayah adat oleh perusahaan-perusahaan.

Dalam sambutan pembukaan, Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi menyampaikan bahwa sejak 2009 RUU Masyarakat Adat mangkrak di DPR. Sementara kehadiran UU Cipta Kerja justru membuka ‘karpet merah’ untuk menghabisi wilayah adat yang tersisa. Hal ini bisa dilihat dengan maraknya perampasan wilayah adat untuk kepentingan tambang, sumber energi, infrastruktur, dll.

Dalam catatan AMAN di lima tahun terakhir, setidaknya terdapat 301 kasus perampasan wilayah adat dengan total luas 8,5 juta hektar wilayah adat, dan mengkriminalisasi 672 jiwa warga Masyarakat Adat. “Ini semua terjadi karena tidak adanya perlindungan terhadap Masyarakat Adat,” kata Rukka Sombolinggi melalui siaran pers, Rabu (12/7/2023).

Baca Juga: Wakil Presiden Ma’ruf Amin Gelar Kunjungan Kerja di Tanah Papua

Namun demikian, Rukka juga menggarisbawahi bahwa draft RUU Masyarakat Adat yang sekarang telah mengalami perubahan yang tidak sesuai dengan semangat awal pembentukan RUU Masyarakat Adat. Baginya, UU Masyarakat Adat harus memiliki makna dan substansi perlindungan, bukan sekadar ada UU Masyarakat Adat.

Pada sesi diskusi, hadir Drs. Makbur Marbun Direktur Produk Hukum Daerah Dirjen Otda Kemendagri, yang menjadi perwakilan dari pemerintah. Dari kalangan masyarakat sipil, hadir Dr. Yance Arizona, akademisi Universitas Gajah Mada. Sementara mewakili suara Masyarkat Adat, hadir Abdon Nababan Sekjen AMAN 2007-2017, dan Devi Anggraini, Ketua Umum Persekutuan Perempuan Adat Nusantara AMAN (PEREMPUAN AMAN).

Merespons pertanyaan kritis tentang kemauan pemerintah dalam pengesahan RUU Masyarakat Adat, Drs. Makbur Marbun menyatakan tetap mendukung kearifan lokal dengan mendorong produk hukum berupa peraturan daerah. “Tapi, terkait RUU Masyarakat Adat ini juga terkait dengan kementerian lain,” ujarnya.

Ketika ditanya tentang apakah Masyarakat Adat cukup diatur melalui perda atau perlu regulasi tingkat nasional, Makbur Marbun tidak memberikan jawaban yang tegas. Menurutnya, pengesahan RUU ada di tangan DPR RI, sehingga masyarakat juga harus mendorong DPR bukan hanya pemerintah.

Sementara Dr. Roberia perwakilan dari Kemenkumham memberikan pandangan bahwa pengesahan RUU Masyarakat Adat ini bukan masuk dalam kategori urgensi, mengingat saat ini sudah masuk ke dalam prolegnas. Menurutnya, itu sudah bagian dari bentuk political will. Sejak ada UUD 45, RUU ini sudah menemukan amanatnya. Sehingga tidak perlu bicara lagi soal urgensi karena sudah ada perintah dari UUD untuk dibuatkan undang-undang. “Tinggal bagiamana caranya mendorong pengesahannya,” katanya.

Suara Masyarakat Adat

Masyarakat Adat merupakan pemegang hak asal-usul, namun ketika sebuah negara terbentuk, Masyarakat Adat justru ditinggalkan. Hal ini terjadi di seluruh dunia.

Gambaran besar ini disampaikan oleh narasumber Abdon Nababan. Bahkan ironisnya, saat ini Masyarakat Adat harus berjuang keras untuk diakui sebagai warga negara.

Abdon menegaskan bahwa RUU Masyarakat Adat harus mampu menghadirkan Masyarakat Adat di negara, menghilangkan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat, dan terakhir ia menegaskan RUU Masyarakat Adat harus mampu mendekolonisasi hukum-hukum yang menjajah Masyarakat Adat.

“Yang bikin kita frustasi, ketika kita mendorong RUU Masyarakat Adat, pemerintah justru menghadirkan UU Cipta Kerja yang semakin menjajah kita. Bahkan, setelah kita menyumbangkan jutaan suara untuk Jokowi, kita justru mendapatkan UU Cipta Kerja bukan UU Masyarakat Adat,” ujar Abdon Nababan yang disambut dengan tepuk tangan peserta seminar.

Halaman:

Editor: Mulyono Sri Hutomo

Tags

Terkini

Terpopuler

X